Benvenuto, ospite! [ Registrati | Login

A proposito di mosquemark4

Descrizione:

Hak-Hak Istri Atas Suami
https://zenwriting.net/eggnogsearch8/hak-hak-istri-atas-suami

Yang dimaksud Hak-Hak Pasangan hidup Atas Suami pada hal ini adalah hak-hak
yang bersifat materi, seperti mahar dan nafkah, ataupun hak yang bersifat
non-materi. Di masa hak-hak tersebut adalah sebagai berikut.

1 ) Hak Mendapat Pergaulan Yang Baik Dri Suami.


Maksudnya
merupakan seorang suami berkewajiban mempergauli istrinya dgn baik,
tidak menyakitinya, dan tidak menunda-nunda memberi haknya padahal
mampu, serta berkewajiban menampakkan kegembiraan, keceriaan, dan
ketertarikan pada hadapannya.

Landasan utama hak ini adalah firman Allah Subhanahu wata? ala:

??????????????????????????????

? Lalu bergaullah dengan mereka secara patut.?[1]

Demikian pula, firman-Nya:

????????????????????????????????????????????????

? Dan para pasangan hidup itu mempunyai hak yang seimbang melalui kewajiban mereka berdasarkan cara yang moving average? ruf.?[2]

Nabi Shallallahu? alaihi wasallam bersabda,

?????????????????????????????????????????????????????????

? Orang
terbagus dari kalian ialah yang paling baugs kepada keluarganya, kemudian aku
adalah orang terbaik di antara kalian dalam berbuat baik kepada
family.?[3]

Perlakuan serta pergaulan yang benar adalah
istilah dalam universal yang akhirnya menjadi pangkal seluruh hak-istri yang lain.
Hak-hak istri yang mengenai kami sebutkan sesudahnya hanyalah bagian dari
perlakuan dan pergaulan yang baik indonesia. Kami menyebutkannya alamenurut,
terpisah di ini agar lebih diperhatikan. Di antara pergaulan yang baik
ini adalah sebagai beserta.

2 . not Mendapat Nafkah \ Yang Mother? ruf.


Maksud
nafkah di sini merupakan apa saja yg dinafkahkan oleh suami untuk istri
lalu anak-anaknya, berupa makanan, pakaian, tempat menghuni, dan
sebagainya. Adalah suami wajib menafkahi istrinya berdasarkan
al-Qur? an, as-Sunnah, ijma?, dan logika.[4]

Dasarnya Dari Al-Qur? an, Yaiut:

1. Firman Allah Subhanahu wata? ala:

?????????
????????????????????????????????????????????????????????????
??????????????????????????????????????????????????????????????

? Hendaklah
orang yang memiliki kelapangan harta memberi nafkah menurut
kemampuannya. Kemudian orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Kristus kepadanya. Allah tidak memikulkan
beban pada seseorang melainkan sekedar yang Allah berikan
kepadanya.?[5]

second . Firman Allah Subhanahu wata? ala:

????????????????????????????????????????????????????????????????

? Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara dalam ma? ruf.?[1]

Ibnu
Katsir rahimahullahu berkata,? Artinya, wajib bagi ayah si anak untuk
memberi nafkah dan pakaian kepada ibu cuando anak dengan teknik yang ma? ruf,
sebagaimana yang lumrah berlaku di kalangan mereka, tanpa bersikap
berlebih-lebihan maupun menyepelekan, sesuai dengan kemampuannya saat
memiliki harta yang banyak, sedang, atau pun minim.?

Dasarnya Dari as-Sunnah:

Hadits
Jabir radhiallahu? anhu mengenai struktur cara haji Nabi Shallallahu
? alaihi wasallam. Di dalamnya diterangkan bahwa Nabi Shallallahu? alaihi
wasallam bersabda,

???????????????????????????
???????????????????????????????????????????????????????????????
????????????????????????????????????????????????????????????????
????????????????????????????????????????

? Bertakwalah
kalian pada masalah perempuan. Sebab, mereka itu ibarat tawanan di
sisi kalian. Kalian mengambil mereka dengan amanah dari Allah. Kalian
halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Thor. Oleh karena itu, mereka
memiliki hak atas kalian bagi mendapat nafkah lalu pakaian dengan cara
yang ma? ruf.?[2]

3. Hadits Mu? awiyah al-Qusyairi
radhiallahu? anhu, dia berkata,? Aku berkata pada Rasulullah
Shallallahu? alaihi wasallam,? Wahai Rasulullah, apa hak istri atas
suaminya?? Beliau Shallallahu? alaihi wasallam menjawab,

???????????
????????????????????????????????????????????????????????
????????????????????????????????????????????????????????

? Kalian
memberinya makan jika kalian makan, kamu memberinya pakaian jika anda
berpakaian, kamu jangan memukul wajahnya, gak usah mencaci makinya, dan
jangan meninggalkannya kecuali di dalam griya.?[3]

4.
Hadits Aisyah radhiallahu? anha bahwa Hindun binti? Utbah
radhiallahu? anha berkata,? Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan
laki-laki yang pelit. Dia tidak memberikan nafkah kepadaku lalu anakku
kecuali andai aku mengambilnya sendiri tanpa sepengetahuannya.?
Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam pun bersabda,

?????????????????????????????????????????

? Ambillah dari hartanya sekadar apa yang mencukupi dirimu dan anakmu.?[4]

Berdasarkan
ijma?, maka banyak ulama yang menyebutkan kesepakatan mereka atas
wajibnya suami --jika vida telah balig-- memberi nafkah kepada istrinya,
kecuali istri yang melakukan nusyuz.

Beralaskan
Logika, adalah mengingatkan bahwa seorang istri terikat dengan suaminya
sehingga dia gak bisa beraktifitas dan bekerja untuk menemukan harta
bagi dirinya sendiri karena disyaratkan fokus melaksanakan kewajibannya kepada
suami, maka adalah logis bila suami berkewajiban memberikan nafkah kepada
istri.

Faktor Penyebab Suami Wajib Memberi Nafkah


Ulama
Hanabilah berpendapat bahwa faktor yg menyebabkan suami wajib memberi
nafkah pada istri adalah hal ini karena istri terikat oleh suami. Sedangkan
jumhur ulama berpendapat yakni sebabnya adalah dikarenakan statusnya seperti
adalah istri.[1]

Syarat-Syarat Wajib Memberi Nafkah


Jumhur
ulama sudah menentukan sejumlah syarat agar kewajiban menyediakan nafkah
berlaku pada diri suami, baik sebelum terjadinya persetubuhan dengan
istri ataupun sesudahnya.[2]

Syarat-Syarat Wajib Nafkah Sebelum Terjadi Persetubuhan

1.
Hendaknya istri memberi suami kesempatan tuk bersetubuh
dengannya, ialah setelah terjadi akad nikah, istri mengajak suami untuk
bersetubuh dengannya. Jika pasangan hidup tidak melakukan situasi itu atau justru
menolaknya tanpa alasan yang dibenarkan, jadi suami tidak berkewajiban
memberinya nafkah.

2. Hendaknya istri bisa
berhubungan seksual, adalah hendaknya dia tidak merupakan anak kecil, ataupun ada
sesuatu di dalam dirinya yang membuatnya tidak bisa berhubungan seksual.

3.
Bakalnya pernikahan mereka merupakan pernikahan yang entdeckte. Jika
pernikahan mereka pernikahan yang fasid (rusak), maka suami tidak
berkewajiban memberikan nafkah kepada pasangan hidup, dan tidak kelihatannya pula
menganggap istri telah terikat melalui suami karena oleh rusaknya
pernikahan ini tamkin istri (kesempatan yang diberikan istri kepada
suami tuk bersetubuh dengannya) akhirnya menjadi tidak sah, dan suami tidak
mempunyai hak mendapatkan apa yg menjadi imbalan dari tamkin tersebut menurut
kesepakatan ulama.

Syarat-Syarat Wajib Nafkah Sesudah Terjadi Persetubuhan

1 .
Hendaknya suami mempunyai kelapangan harta. Jika suami tidak punya
banyak harta hingga tidak mampu menyediakan nafkah, maka gak ada
kewajiban baginya memberi nafkah selama belum punya harta. Ini
berdasarkan firman Allah Subhanahu wata? ala:

?????????
????????????????????????????????????????????????????????????
??????????????????????????????????????????????????????????????
?

? Hendaklah jamaah yang memiliki kelapangan harta
memberi nafkah menurut kemampuannya. Serta orang yang disempitkan
rezekinya hendaklah menyediakan nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang tetapi
sekadar dalam Allah berikan kepadanya.?[3]

2.
Bakalnya istri terikat melalui suami (bukan pasangan hidup yang berbuat nusyuz).
Jika istri bukan mau menaati suami, maka tidak muncul nafkah untuknya.

Catatan tambahan: Apakah Istri Yang Bekerja Atau Berkarir Berhak Mendapat Nafkah?


Jika
pasangan hidup bekerja di luar rumah, dengan kegiatan yang mubah, atas
persetujuan dan kerelaan suami, maka momento berhak mendapat nafkah sebab
keterikatan istri kepada suami ialah hak suami dan suami berhak
melepaskan hak tersebut.

Kebalikannya, jika istri tentu
memilih keluar rumah untuk bekerja padahal suami tidak rela serta
melarangnya pergi dari rumah, maka haknya untuk mendapat nafkah gugur karena
keterikatannya (pengabdiannya) kepada suami tidak sempurna.[1]

Kadar Nafkah yg Wajib

Landasan utama dalam masalah ini adalah firman Kristus Subhanahu wata? ala:

???????????????????????????????

? Hendaklah orang yang memiliki kelapangan harta memberi nafkah berdasarkan kemampuannya.?[2]

Serta firmannya:

?????????????????????????????????????????????????

? Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang dalam miskin menurut kemampuannya (pula).?[3]

Serta sabda Nabi Shallallahu? alaihi wasallam pada Hindun:

?????????????????????????????????????????

? Ambillah yang hartanya sekadar apa yang mencukupi dirimu dan anakmu.?[4]

Dengan demikian, yang jadi ukuran merupakan:


1. Pemberian dalam memadai bagi istri dan anak. Ini tentunya berbeda-beda berdasarkan perbedaan kondisi, lingkungan, dan waktu.

2. Kemampuan dan kelapangan suami.

Afin de
mahir fiqih rahimahumullah telah membahas secara panjang lebar tentang
pemutusan kadar yang wajib dalam nafkah, kemudian mereka merinci hal itu
dengan pendapat-pendapat yang menurut kami dibangun dengan merujuk pada
kebiasaan yg berlaku pada masa mereka.[5]

Demikian
pula halnya, mereka bersilang pendapat dalam masalah nafkah: apakah yang
jadi ukuran dalam masalah itu kondisi suami, perihal istri atau hal
keduanya? Pendapat dalam shahih yang didukung oleh dalil-dalil al-Qur? an
yang telah disebutkan di atas ialah pendapat yang menyatakan bahwa
ukuran dalam menentukan status lapang atau sempit harta adalah hal
suami. Dan ini adalah pendapat Malikiyah serta Syafi? iyah.[1]

Apakah Suami Berkewajiban Menanggung Biaya Pengobatan dan Perawatan Pasangan hidup?

Imam
yang Empat berpendapat bahwa suami tidak berkewajiban menanggung biaya
pengobatan dan perawatan istri![2] Hanya saja, tampaknya dasar untuk
pendapat tersebut adalah karena pengobatan di masa lalu tidak merupakan termasuk
kebutuhan primer dan tidak tidak sedikit dibutuhkan.? Adapun vulgo sekarang,
kebutuhan kepada pengobatan sudah misalnya kebutuhan kepada makanan,
bahkan lebih berarti. Sebab, orang dalam sakit biasanya jadi lebih
mengutamakan pengobatan penyakitnya (kesehatan) dri apapun juga.
Trik mungkin orang yang sakit bisa menikmati makanannya sementara
dia terus-menerus mengeluh lalu merasakan kesakitan sebab penyakit yg
menderanya bahkan mengancam nyawanya?

Oleh karena itu,
kami memandang seorang suami tetap berkewajiban menanggung biaya
pengobatan istrinya sebagaimana biaya-biaya penting tak terduga lainnya
dan selayak wajibnya seorang ayah menanggung biaya pengobatan
anaknya menurut kesepakatan para ulama. Trik mungkin dikatakan
termasuk pergaulan yang benar jika suami menikmati istrinya saat sehat
tetapi mengembalikannya kepada keluarganya untuk diobati saat sakit!?[3]

3. Memberi Pakaian Dengan Cara Yang Ma? ruf.


Para
ulama telah berijma? bahwa suami berkewajiban menyediakan pakaian kepada
pasangan hidup jika istri telah mengabdikan dirinya pada suami dengan panduan yang
diwajibkan kepadanya. Hal ini beralaskan firman Allah Subhanahu
wata? ala:

????????????????????????????????????????????????????????????????

? Kemudian kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara mum? ruf.?[4]

Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu? alaihi wasallam dalam hadits Jabir yang lalu:

???????????????????????????????????????????????????????????

? Mereka (para istri) punya hak atas kalian untuk mendapat nafkah dan pakaian dengan cara yang ma? ruf.?[5]

Alasan
sebagainya adalah karena pakaian terus-menerus dibutuhkan, maka suami pun
tentu harus memberikannya selayak halnya nafkah.

Kemudian,
para ulama ini juga berijma? yakni pakaian yang diberikan haruslah
memenuhi kebutuhan istri di dimana kebutuhan tersebut berbeda-beda
berdasarkan perbedaan panjang-pendek dan gemuk-kurusnya tubuh istri, dan
beralaskan perbedaan iklim negara di mana istri menetap dalam hal
panas dan dinginnya.[1]

Catatan bonus: Jika Seorang
Suami Memberi Pakaian Kepada Istrinya, Lalu Mentalaknya, Atau Dia Atau
Istri Meninggal Sebelum Pakaian Itu Rusak, Maka Bolehkah Suami
Memintanya Kembali?

Andai istri menerima nafkah yg
wajib dikasih suami kepadanya, lalu suami mentalaknya, ataupun suami
meninggal, ataupun dia sendiri wapat, maka suami atau ahli warisnya
gak boleh meminta balik nafkah tersebut berdasarkan pendapat yang paling
shahih dari dua pendapat di kalangan ulama. Ini merupakan pendapat
Hanafiyah serta Malikiyah, serta yg paling shahih pada kalangan Syafi? iyah
dan salah 1 pendapat di kalangan Hanabilah.[2]


Alasannya
karena suami menyediakan pakaian itu tuk memenuhi kewajibannya pada
istri, dan momento menyerahkan pakaian tersebut kepada istri setelah peranan
memberi pakaian itu berlaku di dirinya. Karena tersebut, suami tidak
punya hak untuk memintanya kembali.

Selain tersebut,
pakaian adalah cara sehingga menyerupai hibah, dan hibah tidak boleh
diminta kembali setelah kematian pemberi atau penerima hibah.

4. Memberi Lingkungan Tinggal Dengan Panduan Yang Ma? prestige.

Ini adalah tugas suami kepada istri menurut kesepakatan ulama. Alasannya:

a.
Hal ini karena Allah Subhanahu wata? ala telah menyediakan kepada istri dalam
tertalak raj? ihak untuk mendapat lingkungan tinggal dari suaminya, maka
kewajiban memberi tempat tinggal kepada istri yang tena terikat
pernikahan tentulah jauh lebih primer.

Allah Subhanahu wata? ala berfirman,

??????????????????????????????????????????????

? Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kalian bertempat tinggal berdasarkan kemampuan kalian.?[3]

b. Karena Jahve Subhanahu wata? ala telah mewajibkan suami dan istri tuk saling bergaul oleh baik lewat firman-Nya:

??????????????????????????????

? Dan bergaullah oleh mereka secara sebaiknya.?[4]

Di
masa bentuk pergaulan selakuala, menurut, patut yang diperintahkan oleh Allah
Subhanahu wata? ala merupakan menempatkan istri di dalam tempat tinggal yg tenang
bagi istri dan hartanya.

d. Karena istri
menginginkan rumah untuk membiayai dirinya dari pandangan orang
lain, dan sebagai tempat bersenang-senang dan tempat mengsave hartanya,
maka lingkungan tinggal menjadi hak istri atas suaminya.[1]

Kriteria Lingkungan Tinggal Yang Syar? i


Ukuran
untuk tempat tinggal dalam syar? i buat istri adalah kondisi moneter
suami dan kondisi istri, seperti kias kepada nafkah dengan pertimbangan
yakni rumah dan nafkah adalah dua hak istri yang menjadi
konsekuensi dari akad nikah.

Hal indonesia berdasarkan firman Jahve Subhanahu wata? ala:

??????????????????????????????????????????????

? Tempatkanlah mereka (para istri) di dimana kalian bertempat perlu menurut kemampuan kalian.?

Dan firman-Nya:

?????????
????????????????????????????????????????????????????????????
??????????????????????????????????????????????????????????????

? Hendaklah
orang yang mempunyai kelapangan harta menyediakan nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang dalam disempitkan rezekinya hendaklah memberi
nafkah yang harta yang diberikan Thor kepadanya. Allah tak memikulkan
beban pada seseorang melainkan sekedar yang Allah berikan
kepadanya.?[2]

Sebab nafkah yang wajib adalah yg
pantas dengan kadar kondisi keuangan pemberi nafkah dalam hal melimpah,
sedang, dan sedikitnya harta yang vida miliki, maka demikian pula halnya
melalui tempat tinggal. Di sini. adalah pendapat jumhur ulama.

Sedangkan
Syafi? iyah berpendapat yakni patokan dalam sesuatu tempat tinggal dalam
syar? i adalah kondisi istri saja, terlepas dari perbedaan pendapat di
kalangan mereka tentang nafkah.

Mereka berargumen yakni
karena istri diharuskan untuk selalu tetap tinggal di pada rumah, maka
tidak mungkin istri menggantinya. Jika kondisi pasangan hidup tidak jadi
pertimbangan, maka itu maka akan membahayakan dirinya, sementara bencana
terlarang di dalam syari? at. Adapun nafkah, maka pasangan hidup masih mungkin
menggantinya.[3]

Penulis berkata: Pendapat jumhur ulama lebih utama tuk diterima berdasarkan ayat-ayat tadinya. Wallahu a new? lam.

Beberapa Catatan tambahan:

1.
Menempatkan Istri Bersama Family Suami Dalam Satu Tempat
Tinggal.[4]Maksud keluarga suami di sini adalah kedua orang tua suami
dan anak-anaknya dari istri dalam lain.

Jumhur ulama
dari kalangan Hanafiyah, Syafi? iyah, lalu Hanabilah berpendapat tidak
boleh menempatkan kedua orang tua --atau kerabat suami yang lain-- dan
istri dalam satu kawasan tinggal yang sama. Istri berhak menarik untuk
tinggal dalam tempat tinggal yg sama dengan jamaah tua suami, kecuali kalau
dia sendiri yang menghendakinya. Sebab, tempat tinggal termasuk di
antara hak-hak pasangan hidup. Suami tidak berhak menempatkan orang lain berbareng
istri dalam dalamnya. Di samping itu, menempatkan mereka bersama istri sanggup
membuat istri merasa kesusahan.

Adapun ulama
Malikiyah, mereka membedakan antara istri dalam berasal dari keluarga
terpandang (syarifah) dengan yang berasal dari keluarga biasa
(wadhi? ah). Mereka melarang menyatukan istri dari keluarga terpandang
melalui kedua orang tua dalam satu area tinggal, dan membolehkannya
untuk istri dri keluarga biasa semasa tidak membuat sulit si istri.

Adapun
menempatkan istri di satu tempat tinggal bersama anak-anak tirinya,
hingga jika anak-anak tersebut telah besar kemudian telah paham artiese
persetubuhan, maka ulama sepakat tidak membolehkannya karena menghasilkan
mengakibatkan kesusahan bagi istri, kecuali jika istri membolehkannya
karena lingkungan tinggal adalah haknya dan dia bisa melepaskan hak
ini.

Sedangkan jika dans le cas où anak masih ingusan dan belum
paham arti persetubuhan, lalu boleh menempatkannya bersama istri. Dia
tidak berhak menolak bagi tinggal bersama putra tirinya tersebut.

second . Keluarga Istri Ikut Tinggal Bersama Suami.[1]


Istri
tidak berhak mengajak adalah pun dari mahramnya untuk tinggal
bersamanya di rumah suaminya. Suami berhak melarang istri melakukan sesuatu
itu. Lain halnya jika suami rela, maka tidak masalah.

Adapun
anak bawaan istri dari bekas suaminya, maka berdasarkan jumhur ulama, istri
tidak boleh mengajaknya tinggal bersama sama sekali tanpa kerelaan suami. Ulama
Malikiyah membatasi larangan tersebut dengan ketentuan jika saat
menikah, suami mengetahui keberadaan anak tersebut. Bila suami
mengetahuinya, sementara si anak tak ada yang mengasuh, maka menurut
Malikiyah, suami tidak berwenang melarang istri mengajaknya tinggal
bersama.

a few. Bolehkah Menempatkan Istri-Istri Dalam Satu Rumah?

Para
ahli fiqih bersepakat bahwa suami tidak boleh menempatkan
istri-istrinya dalam satu rumah yang sama karena hal tersebut bukan termasuk
motif pergaulan yang baik dan bisa melantarkan permusuhan yang dilarang oleh
syariat. Selain itu, persetubuhan suami dengan istri yang yang lain dapat
saja terdengar atau terlihat dengan istri-istrinya yang lain sehingga dapat
menimbulkan rasa permusuhan lalu kecemburuan di masa istri-istri
tersebut. Jadi tetapi, menurut jumhur ulama, karena pantangan menempatkan
dua istri (atau lebih) di dalam satu rumah tersebut merupakan murni hak mereka,
maka dapat saja larangan itu tidak berlaku kalau keduanya rela.[2]

Penulis
berkata: Di dalam asalnya, yang semestinya dilakukan adalah memberikan
rumah kepada masing-masing istri sebagaimana dalam dilakukan oleh
Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam. Allah Subhanahu wata? ala
berfirman,

????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

? Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kalian diizinkan.?[1]

Dalam
ayat ini, Allah Subhanahu wata? ala menyebut buyut (rumah-rumah) kemudian
bukanbait (satu rumah). Akan tetapi, jika para istri ini rela
ditempatkan di dalam satu rumah, lalu suami boleh melakukannya karena itu
ialah hak para istri dan mereka boleh mengabaikannya. Wallahu a? lam.[2]

Catatan
Penting: Insya Thor, akan datang nanti penjelasan lebih lanjut
mengenai nafkah serta tempat tinggal dalam bab-bab tentang masa? iddah
istri yang tertalak.

4. Bersikap Lembut Kepada Istri, Mencandainya, Dan Memaklumi Usia Mudanya.

Para
suami telah memiliki teladan dalam hal indonesia pada diri Rasulullah
Shallallahu? alaihi wasallam. Dari Aisyah radhiallahu? anha, dia
berkata,? Orang-orang Habasyah sempat berlatih (dengan tombak-tombak
kecil mereka). Setelah itu Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam menutupiku,
sementara aku menonton mereka. Aku terus menonton mereka hingga ana
sendiri yang berpaling (karena bosan). Hingga, kalian harusnya sanggup
memaklumi gadis tipis masih belia yang masih senang main.?[3]

Begitu
pula, dengan kisah beliau Shallallahu? alaihi wasallam mengajak Aisyah
radhiallahu? anha berlomba lari. Beliau berkata kepadanya,? Ayo kita
berlomba.? Ternyata Aisyah sanggup mengalahkan beliau. Lalu beliau
kembali mengajak Aisyah berlomba sesudah tubuhnya mulai gemuk. Beliau
pun mengalahkannya lalu tertawa seraya berkata,? Kemenanganku saat ini
untuk menebus kekalahanku dahulu.?[4]

Aisyah
radhiallahu? anha juga berkata,? Dahulu aku biasa main boneka [dari
kain katun] di dekat Nabi Shallallahu? alaihi wasallam. Aku memiliki
kawan-kawan perempuan yang ikut main bersamaku. Jika Rasulullah
Shallallahu? alaihi wasallam masuk, mereka biasanya langsung bersembunyi
(di balik tirai) dari beliau. Maka Rasulullah Shallallahu? alaihi
wasallam memanggil mereka untuk bergabung serta bermain bersamaku.?[5]

Kelembutan seperti berkaitan lagi yang bisa mengalahkan kelembutan beliau kepada istrin

Siamo spiacenti, non sono stati trovati annunci.